NAMA
: KHOIRUR ROZIKIN
Fakultas
Dakwah Dan Komunikasi/ IAIN Walisongo
Semarang
ADAB BELAJAR
Oleh:
Muhbib Abdul Wahab
Hakikat
hidup adalah belajar. Hakikat belajar adalah proses transformasi diri menuju
peningkatan kapasitas intelektual, keluhuran moral, kedalaman spiritual,
kecerdasan sosial, keberkahan profesional, dan perubahan sosial menuju Khaira
Ummah (umat terbaik). Dengan belajar, manusia bisa hidup bermartabat
dan membangun peradaban yang bersendikan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Perintah
Allah swt yang pertama kepada Nabi Muhammad Saw. adalah membaca. (Qs Al-Alaq [96]
: 1- 6). Perintah ini sangat penting karena inti belajar adalah membaca. Tidak
ada proses pembelajaran yang tidak melibatkan aktivitas pembacaan. Dalam Islam,
belajar adalah ibadah. “Menuntut ilmu itu (belajar) wajib bagi muslim dan
muslimah.” (HR Muslim).
Perintah
membaca tersebut sarat dengan adab (etika) mulia. Tidak semua membaca itu
disebut belajar atau mencari ilmu. Al-qur`an mula-mula mengaitkan perintah
membaca dengan Bismi rabbik (atas nama Tuhanmu). Artinya, adab
belajar mengharuskan pelajar untuk meneguhkan niat yang ikhlas karena
semata-mata mengharap ridha Allah Swt., agar ilmu yang diperoleh membuahkan
keberkahan dan memberi manfaat bagi orang lain.
Imam
Syafi’i (150-204 H) pernah “curhat” kepada gurunya, Waqi’ mengenai hafalannya
yang buruk. Sang guru menasehatinya agar meninggalkan maksiat. Kata sang guru,
ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan diberikan kepada orang yang
berbuat maksiat. Dengan demikian, belajar harus jauh dari perbuatan maksiat
agar apa yang dipelajari menjadi “cahaya” yang dapat menerangi jalan hidup si
pembelajar.
Selain
Bismi Rabbik dan menjauhi maksiat, pelajar juga harus senantiasa
berperilaku yang baik (husnul adab), rajin, tekun, rendah hati, dan selalu
mengamalkan ilmunya. “Ilmu yang tidak diamalkan itu bagaikan pohon yang tidak
berbuah.”
Imam
Syafi’i juga menegaskan bahwa ilmu itu bukan yang dihafal dalam pikiran, tetapi
yang bermanfaat dalam perbuatan. Sabda Nabi Muhammad Saw., “Siapa yang
bertambah ilmunya, tetapi tidak bertambah petunjuknya (amalnya tidak semakin
baik), maka ia hanya semakin jauh dari Allah Swt.” (HR Ad-Darimi).
Belajar
menuntut otimalisasi kecerdasan, kesungguhan, ketekunan, dan kesabaran, karena
belajar itu bukan merupakan proses yang instan (langsung berilmu), tetapi
memerlukan kerja keras, ikhlas, dan cerdas.
Imam
Syafi’i, pernah bersyair, “Engkau tidak akan memperoleh ilmu kecuali enam hal
yaitu: kecerdasan, antusiasme (kesungguhan), kesabaran, bekal
yang cukup, bimbingan guru, dan waktu yang lama. ”
Jadi,
belajar itu bukan sekedar datang ke sekolah atau kampus untuk mendengar dan
mencatat apa yang disampaikan guru, melainkan juga berusaha mengembangkan
pemikiran, pengetahuan, kepribadian, moralitas dan profesionalitas.
Karena
belajar itu ibadah, maka menurut Imam Ja’far As-Shadiq, belajar itu harus
dimulai dengan thaharah (pembersihan diri) dan berwudu agar
terhindar dari godaan setan. Adab lainnya adalah menghormati guru dan ulama.
Pelajar juga dianjurkan untuk berlapang dada (toleran) dalam menghadapi
perbedaan pendapat dan pemikiran.[1]
Wallahu
a’lam.
Fakultas Dakwah Dan Komunikasi/ IAIN Walisongo Semarang
Oleh: Muhbib Abdul Wahab