Selasa, 20 November 2012

Kepribadian

NAMA : KHOIRUR ROZIKIN
NIM : 111111036
MATA KULIAH: PSIKOLOGI SOSIAL
DOSEN PENGAMPU: SITI HIKMAH, M.Si




DIRI PRIBADI DAN SOSIAL

A.    KONSEP DIRI
a.    Pengertian konsep diri
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari.
William H. Fitts (1971) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Fitts juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengtahui konsep diri seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. Jika seseorang mempersepsikan dirinya sebagai orang yang inferior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsinya secara subjektif tersebut.
konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Fitts, 1971):
    Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga.
    Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.
    Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya.

b.    Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri
Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut :
1)    Dimensi Internal
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuaninternal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni pernilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia didalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk :
a.    Diri identitas
Bagian dari ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, siapakah saya? Dalam pertanyaan tersebut dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya “saya ita”.
b.    Diri pelaku
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”.
c.    Diri penerimaan/penilai
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalh sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku.
Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.
2)    Dimensi eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain diluar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya. Namun, dimensi yang dikemukakan oleh Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu:
a.    Diri fisik
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penapilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).
b.    Diri etik moral
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya terlihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang menngenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasa baik dan buruk.
c.    Diri pribadi
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
d.    Diri keluarga
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasakuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankan sebagai anggota dari suatu keluarga.
e.    Diri sosial
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun di sekitarnya.
Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang memperlihatkan  bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian pula seseorang tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain disekitarnya yang menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik. 
C. Aku,
Aku adalah suatu hal tentang kesempurnaan atau hasil dari totalitas pada diri manusia yang terletak dalam dimensi internal yaitu diri identitas, diri pelaku, dan diri penilai.

B.    Kepribadian
1.    Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah satu totalitas terorganisir dari disposisi-disposisi psikis manusia yang individual, yang memberi kemungkinan untuk memperbedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi yang lainnya.
Satu totalitas itu bukan hanya merupakan satu penjumlahan melulu dari bagian-bagian , tapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagikan dan tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Kepribadian ini merupakan satu struktur totalitas yang mempunyai aspek-aspek yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Disposisi itu ialah  kesediaan kecenderungan-kecenderungan untuk bertingkahlaku tertentu, yang sifatnya lebih kurang , tetap/konstan, dan terarah pada tujuan tertentu (bahasa latin dispositio = ketentuan, ketetapan; beschikking, gestheldheid). Sungguhpun didalam konteknya kepribadian itu akan selalu berkembang dan bersifat dinamis, namun da disposisi-disposisi psikis pokok/dasar yang sifatnya tetap konstan.
Individual, ini berarti, bahwa setiap orang itu mempunyai kepribadiannya sendiri yang khas, yang tidak identik dengan orang lain. Yang tidak dapat diganti atau disubtitusikan oleh orang lain. Jadi ada ciri-ciri atau sifat-sifat individual pada aspek-aspek psikisnya, yang bisa membedakan dirinya dengan orang lain.
GORDON W. ALLPORT
Kepribadian  itu adalah kesatuan organisasi yang dinamis  sifatnya dari sistem psikofisis individu yang menentukan kemampuan penyesuaian diri yang unik sifatnya terhadap lingkungannya.
MORTON PRINCE
Kepribadian adalah jumlah total dari semua disposisi pembawaan, impuls-impuls, kecenderungan-kecenderungan, selera-selera nafsu-nasfu, insting-insting individual, disposisi-disposisi dan tendensi-tendensi yang diperoleh melalui pengalaman.
H.C. WARPEN
Kepribadian adalah segenap organisasi mental dari manusia pada semua tingkat dari perkembangannya.

2.    Ekspresi Kepribadian
 Diatas telah dikatakan bahwa arti kepribadian itu sangat luas. Karena itu kala kita hendak menggambarkan atau menguraikan kepribadian seseorang, kita harus membagi-bagi kepribadian tersebut dalam beberapa karakteristik yang dapat dilihat atau diukur. Dengan perkataan lain, kepribadian seseorang itu diekspresikan kedalam beberapa karakteristik , sehingga dengan mengerti karakteristik-karakteristik tersebut, kita dapat mengerti pula kepribadian orang yang bersngkutan.
Sekalipun tidak semua sarjana sependapat,  tetapi karakteristik-karakteristik yang saya anggap terpenting untuk mengenali kepribadian adalah:
a.    Penampilan fisik: tubuh yang besar, wajah yang tampan, pakaian yang rapi, atau tubuh yang kurang sehat, wajah yang kuyu, pakaian kusut, semuanya menggambarkan kepribadian dari orang yang bersangkutan, apakah ia berwibawa dan percaya pada diri sendiri atau kurang semangat dan mepunyai perasaan yag rendah diri.
b.    Temperamen: yaitu suasana hati yang menetap dan khas pada orang yang bersangkutan. Misalnya pemurung, pemarah, dan sebagainya.
c.    Kecerdasan dan kemampuan
d.    Arah minat dan pandangan mengenai nilai-nilai
e.    Sikap sosial
f.    Kecenderungan-kecenderungan dalam motivasinya
g.    Cara-cara pembawaan diri, misalnya sopansantun, banyak bicara, kritis, mudah bergaul dan sebagiaya. Cara pembawaan diri ini terlepas dari isi atau materi yang dibawakan. Seseorang dapat bercerita tentang berita kematian atau soal-soal perdagangan atau mengundang seseorng ke suatu perjamuan, atau menegur kesalahan seseorang, tetapi semuanya dilakukan dengan cara sopansantun.
h.    Kecenderungan patologis : yaitu tanda-tanda adanya kelainan kepribadian seperti reaksi-reaksi yang skizofrenis dan sebagainya.

3.    Tipe-Tipe Kepribadian
Menurut Galenus
a.    Tipe  sanginikus
Stemming dasarnya atau suasana perasaan dasarnya riang, optimis. Tidak takut akan masa depan. Percaya akan diri sendiri. Sikap batinnya positif, tapi “oppervlakkig” datar: berkecenderungan lekas merasa puas. Tidak begitu terbuka pada nilai-nilai yang dalam, bersifat dangkal. Perasaannya sangat peka, tapi tidak terlalu lama melekatnya.
b.    Tipe Melankholis
Stemming  dasarnya ialah sedih. Kebalikan dari tipe sanguinikus. Menilai segala sesuatu didunia ini dengan stemming sedih atau negatif. Ia selalu tertekan oleh pengalaman-pengalaman yang lama. Sangat hati-hati. Masa dahulu sangat menekan pundaknya, sedang masa depan tampak menakutkan, karena dianngap berwarnakan gelap. Ada rasa ketakutan yang fundamental.
c.    Tipe Kholerikus
Stemming dasarnya selalu merasa kurang puas . selalu bereaksi negatif  dan agresif.  Selalu ada saja hal-hal yang menyinggung hati, walaupun soal-soal kecil atau detail.
Stemming dasarnya tak pernah seimbang tenang. Lekas menjadi eksplosif. Ada disposisi-disposisi yang cenderung jadi kemarahan. Perasaannya mudah tersinggung atau terkena. Perasaannya agak kuat, sesuai dengan stemming dasarnya. Mudah jadi emosional, karena ada antisipasi untuk affek yang kuat. Mencari perlawanan, supaya timbul agresivitasnya. Suka membuat provokasi.
d.    Tipe flegmatikus
Lawan dari tipe koleris. Stemming dasarnya tenang, netral, tidak ada warna perasaan yang jelas. Biasanya sedikit positif, sedang, dan stabil. Pada umumnya tidak banyak ketegangan-ketegangan perasaan. Merasa cukup puas, sebab segala sesuatu itu sudah dianggap baik. Sikapnya acuh tak acuh, sering tidak perdulian.
Tidak mempunyai harapan-harapan yang intens atau kuat. Dunia ini tidak menimbulkan emosi padanya. Dia berpendapat: tidak perlu menampilkan emosi. Perasaannya tidak begitu peka, agak lemah; tidak mudah terharu, dan dingin hati. Tidak pernah menjadi sangat enthousiast. Ia adalah seorang peminat yang tenang. Ekspresi ketenangan mewarnai perasaannya. Dia tidk pernah dalam keadaan panik.  
Menurut  Carl G. Jung
Sarjana swiss ini berdasarkan penggolongannya pada tingkah laku atau karakteristik yang psikologis:
a.    Jenis introvert : terutama dalm keadaan emosionil atau konflik orang dengan kepribadian ini cenderung untuk menarik diri dan menyendiri. Ia pemalu dan lebih suka bekerja sendiri di laboratorium atau perpustakaan daripada bekerja ditengah orang-orang banyak.
b.    Jenis ekstravert: orang dengan kepribadian ini  kalau merasa tertekan akan menggabungkan diri diantara orang-orang banyak sehingga individualitasnya berkurang. Ia peramah dan memilih pekerjaan-pekerjaan seperti pedadang, pekerja sosial, juru bicara dan semacamnya, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang banyak melibatkan orang-orang.
c.    Jenis ambivert : yaitu orang-orang yang tidak masuk kedalam introvert maupun ekstravert. Ciri kepribadiannya memiliki campuran dari kedua jenis diatas.

4.    Tanda- tanda kematangan pribadi
Mengenai tanda-tanda dari kepribadian yang matang itu banyak ditukliskan orang dengan nuansa dan versi yang berbeda-beda. Pendapat beberapa tokoh masalah kepribadian  saya kemukakan dibawah ini:
    Marie Jahoda membuat statement mengenai pribadi yang matang sebagai berikut:
a.    Pribadi yang matang adalah individu yang dapat menguasai lingkungannya secara   aktif.
b.    Dia memperlihatkan satu totalitas dari segenap kepribadiannya.
c.    Dia sanggup menerima secara tepat dunia lingkungannya dan dirinya sendiri.
d.    Ia mampu berdiri sendiri diatas kedua belah kakinya, tanpa banyak menuntut kepada orang lain.
Mengenai kematangan pribadi ini Abraham Maslow dalam tulisannya “ holistic dynamic theory”, mengenai teori yang organismik menulis:
1.    Pada kematangan pribadi itu ada aktualisasi diri; memiliki kemampuan efisiensi dalam menerima realitas. Orientaasinya realistik. Mempunyai relasi yang baik dengan lingkungannya; dan tidak takut dengan hal-hal yang belum dialami.
2.    Dia mampu meneria diri sendiri, orang lain dan alam dunia ini tanpa rasa kebencian atau rasa malu. Ia bisa mengapresiasi terhadap kualitas-kualitas yang lebih tinggi, yang dipergunakan sebagai sarana untuk membangun kepribadiannya.
3.    Dia memiliki banyak spontanitas dalam mengapresiasi duni dan kebudayaan. Dapat mempergunakan waktu dengan baik; dan mempunyai hidup yang positif. Ia dapat memperoleh puncak-puncak pengalaman dari kehidupan ini dengan mudah.
4.    Dia tidak egoistis, akan tetapi lebih suka memusatkan perhatian dan usahanya untuk memecahkan berbagai problem dengan cara yang efaktif. Dia bersifat tabah dan ulet pada tugasnya.

C.    Teori-Teori Kepribadian

1.    Teori kepribadian psikoanalisa
Dalam teori psikoanalisa, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yakni id, ego, dan superego. Meskipun ketiga sistem tersebut memiliki fungsi, kelengkapan, prinsip-prinsip operasi, dinamisme, dan mekanismenya masing-masing, ketiga sistem kepribadian itu satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas. Untuk mempermudah pembahasan kita mengenai kepribadian dalam kerangka psikoanalisa, marilah kita uraikan ketiga sistem kepribadian itu satu perstu.
a.    Id, yaitu sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk dua sistem yang lainnya, id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem tersebut untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Dalam soal energi ini , id tidak bisa mentoleransi penumpukan energi yang bisa menyebabkan meningginya taraf tegangan organisme atau individu secara keseluruhan. Dan bagaimanapun, bagi individu meningginya tegangan itu akan merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Karena itu, apabila tegangan pada organisme meningkat, baik karena adanya stimulasi dari luar (suhu, cahaya, dan bunyi yang intensitasnya tinggi) maupun karena adanya stimulasi dari dalam (lapar, haus, kekurangan oksigen), maka id akan berusha meredakan dan mengurangi tegangan yang meninggi itu serta mengembalikannya kepada taraf semula. Dari sini bisa diperoleh gambaran bahwa id, dalam menjalankan fungsi dan operasinya dilandasi oleh maksud mempertahankann konstansi yang ditujukan untuk menghindari keadaan tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan.
b.    Ego,sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia obyek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Apabila dikaitkan dengan contoh orang yang sedang lapar, maka bisa diterapkan bahwa ego bertindak sebagai penunjuk atau pengarah kepada orang yang sedang lapar ini kepada makanan. Artinya, menurut petunjuk ego, orang yang sedang  lapar tersebut akan berpikir bahwa tegangan yang dirasakan kibat keutuhan akan makanan (lapar) hanya bisa diatasi dengan jalan memakan makanan.
c.    Superego, sistem kepribadian berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk). Menurut freud, superego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru.
Adapun fungsi utama dari superego adalah:
    Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
    Mengarahkan ego pada tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan.
    Mendorong individu kepada kesempurnaan.

2.    Teori kepribaian behaviorisme
Skinner tidak menerima gagasan mengenai kepribadian (personality) atau diri (self) sebagai pendorong atau pengarah tingkah laku ia menyebut gagasan itu sebagai sisa dari animsme primitif. Skinner juga menolak dengan apa yang disebut penguraian jalan buntu mengenai tingkah laku, seperti : mengapa abu nidal bersama pengikutnya melakukan aksi teror tanpa pilih bulu? Karena dia mengalami gangguan emosional.
Dari perspektif behaviorisme skinner, studi tentang kepribadian melibatkan pengujian yang sistematis dan pasti atas sejarah hidup atau pengalaman belajar dan atarbelakang genetik atau faktor bawaan yang khas dari individu. Menurut skinner, individu adalah organisme yang memperoleh pembendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu point dimana faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut.
Selanjutnya bagi skinner studi tentang kepribadian itu ditujukan kepada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan konsekuensi-konsekuensi yang diperkuatnya.

3.    Teori kepribadian Humanistik
Psikologi humanistik sesungguhnya bukan suatu organisasi tunggal dari teori atau sistem, melainkan lebih tepat jika disebut sebagai gerakan. Maslow sendiri menyebut psikologi humanistik yang dipimpinnya sebagai kekuatan ketiga. Dan meskipun tokoh-tokoh gerakan ini memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yakni ekistensialisme.
Manusia, menurut eksistensialisme, adalah hal yang mengada dalam dunia dan menyadari penuh akan keberadaannya. Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan atau lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggungjawab atas pilihan dan keberadaannya itu. Pendek kata, meminjam, ungkapan sartre: aku adalah pilihanku.
Eksistensialis menekankan tentang kesadaran manusia , perasaan subyektif, dan pengalaman-pengalaman personal yang berkaitan dengan keberadaan individu dalam dunia bersama dengan individu-individu yang lainnya. Pandangan ini disebut juga perspektif fenomenologis. Para eksistenlis dan para ahli psikologi yang berorientasi kepada humanistik sama-sama memperhatikan pengalaman subyektif  sebagai fenomena yang utama dalam studi tentang tingkah laku manusia. Menurutnya, keterangan teoretis dan tingkah laku yang nampak adalah sekunder ketimbang pengalaman subyektif. Dengan konsep-konsep yang bersumber pada ajaran-ajaran eksistensialis itu, nampak bahwa psikologi dan teori kepribadian humanistik berbeda secara tajam dengan teori-teori lain yang dominan pada abad ke-20, dalam hal ini psikoanalisa dan behaviorisme.



Daftar Pustaka
Agustiani, Hendriani, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Refika Aditama, 2006.
Kartono, Kartini, Teori Kepribadian, Bandung: Mandar Maju, 2005.
Kuswara, E., Teori-Teori Kepribadian, Bandung: Eresco, 1991.
Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996.