Rabu, 12 Juni 2013

ADAB BELAJAR

NAMA : KHOIRUR ROZIKIN
Fakultas Dakwah Dan Komunikasi/ IAIN Walisongo Semarang

ADAB BELAJAR
Oleh: Muhbib Abdul Wahab

Hakikat hidup adalah belajar. Hakikat belajar adalah proses transformasi diri menuju peningkatan kapasitas intelektual, keluhuran moral, kedalaman spiritual, kecerdasan sosial, keberkahan profesional, dan perubahan sosial menuju Khaira Ummah (umat terbaik). Dengan belajar, manusia bisa hidup bermartabat dan membangun peradaban yang bersendikan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Perintah Allah swt yang pertama kepada Nabi Muhammad Saw. adalah membaca. (Qs Al-Alaq [96] : 1- 6). Perintah ini sangat penting karena inti belajar adalah membaca. Tidak ada proses pembelajaran yang tidak melibatkan aktivitas pembacaan. Dalam Islam, belajar adalah ibadah. “Menuntut ilmu itu (belajar) wajib bagi muslim dan muslimah.”  (HR Muslim).
Perintah membaca tersebut sarat dengan adab (etika) mulia. Tidak semua membaca itu disebut belajar atau mencari ilmu. Al-qur`an mula-mula mengaitkan perintah membaca dengan Bismi rabbik (atas nama Tuhanmu). Artinya, adab belajar mengharuskan pelajar untuk meneguhkan niat yang ikhlas karena semata-mata mengharap ridha Allah Swt., agar ilmu yang diperoleh membuahkan keberkahan dan memberi manfaat bagi orang lain.
Imam Syafi’i (150-204 H) pernah “curhat” kepada gurunya, Waqi’ mengenai hafalannya yang buruk. Sang guru menasehatinya agar meninggalkan maksiat. Kata sang guru, ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat. Dengan demikian, belajar harus jauh dari perbuatan maksiat agar apa yang dipelajari menjadi “cahaya” yang dapat menerangi jalan hidup si pembelajar.
Selain Bismi Rabbik dan menjauhi maksiat, pelajar juga harus senantiasa berperilaku yang baik (husnul adab), rajin, tekun, rendah hati, dan selalu mengamalkan ilmunya. “Ilmu yang tidak diamalkan itu bagaikan pohon yang tidak berbuah.”
Imam Syafi’i juga menegaskan bahwa ilmu itu bukan yang dihafal dalam pikiran, tetapi yang bermanfaat dalam perbuatan. Sabda Nabi Muhammad Saw., “Siapa yang bertambah ilmunya, tetapi tidak bertambah petunjuknya (amalnya tidak semakin baik), maka ia hanya semakin jauh dari Allah Swt.”  (HR Ad-Darimi).
Belajar menuntut otimalisasi kecerdasan, kesungguhan, ketekunan, dan kesabaran, karena belajar itu bukan merupakan proses yang instan (langsung berilmu), tetapi memerlukan kerja keras, ikhlas, dan cerdas.
Imam Syafi’i, pernah bersyair, “Engkau tidak akan memperoleh ilmu kecuali enam hal yaitu: kecerdasan, antusiasme (kesungguhan), kesabaran, bekal yang cukup, bimbingan guru, dan waktu yang lama. ”
Jadi, belajar itu bukan sekedar datang ke sekolah atau kampus untuk mendengar dan mencatat apa yang disampaikan guru, melainkan juga berusaha mengembangkan pemikiran, pengetahuan, kepribadian, moralitas dan profesionalitas.
Karena belajar itu ibadah, maka menurut Imam Ja’far As-Shadiq, belajar itu harus dimulai dengan thaharah (pembersihan diri) dan berwudu agar terhindar dari godaan setan. Adab lainnya adalah menghormati guru dan ulama. Pelajar juga dianjurkan untuk berlapang dada (toleran) dalam menghadapi perbedaan pendapat dan pemikiran.[1]
Wallahu a’lam.



[1] HIKMAH (Harian Republika; Sabtu, 19 Mei  2013). Hlm 1.

Kamis, 10 Januari 2013

Ilmu Antropologi dan Ilmu-Ilmu Lain




I.    PENDAHULUAN

    Ilmu antropologi timbul sebagai integrasi dari pada berbagai macam ilmu yang menyelidiki manusia dari berbagai aspeknya, sehingga menimbulkan suatu pendekatan yang melihat manusia sebagai satu kesatuan. Ilmu antropologi serta sub-sub ilmunya juga mempunyai hubungan yang sangat banyak dengan ilmu-ilmu lain. Hubungan itu biasanya bersifat timbal-balik. Antropologi memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain itu, dan sebaliknya ilmu-ilmu lain itu masing-masing juga memerlukan bantuan antropologi.
Dalam makalah ini akan membahas tentang hubungan Antropologi dengan ilmu – ilmu lain. Seperti hubungan Antropologi dengan Sosiologi, Geologi, Paleontologi, Anatomi, Kesehatan masyarakat, Psikiatri, Linguistik, Arkeologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi,Hukum adat, Atministrasi, Politik. 

II.     RUMUSAN MASALAH
A.    Hubungan antara Antropologi Sosial dan Sosiologi
B.    Hubungan antara Antropologi dan Ilmu-Ilmu Lain

III. PEMBAHASAN   
A.    Hubungan antara antropologi sosial dan sosiologi   
        Dalam sejarah perkembangan selama kurang lebih satu abad yang terakhir ini Atropologi yang telah menjadi suatu subyek akademis, sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang mempunyai permasalahan, metodologi, dan obyek penyelidikannya sendiri, mengalami proses spesialisasi. Sejak abad ke-20, Atropologi timbul sebagai integrasi dari pada berbagai macam ilmu yang menyelidiki manusia dari berbagai aspeknya, sehingga menimbulkan suatu pendekatan holistik, yang melihat manusia sebagai satu kesatuan bio-sosial. Dalam rangka penyelidikan tentang manusia-masyarakat secara holistik itu, dan didalam rangka teori evolusionalisme, dipelajarilah masyarakat-masyarakat non Eropa yang relatif kecil, yang belum mengenal tulisan, yang hidup dalam masa pra-industri, yang menempati tempat dan daerah kontak sosial yang terbatas. Pada permulaan perkembangan antropologi, ciri khas yang lain, yang dimiliki oleh antropologi adalah bahwa sifat studinya bersifat komperatif, sedang tinjauannya kebanyakan masih bersifat spekulatif.
Teori evolusionalisme yang diterapkan pada perkembangan masyarakat di Amerika Serikat, Inggris maupun negara- negara Eropa daratan, sebenarnya merupakan refleksi dri pada alam pikiran di Eropa yang percaya kepada konsep tentang kemajuan.
Pada masa pertumbuhan antropologi abad ke-19 dan permulaan abad-20, banyak persamaan dalam teori-teori antropologi yang terdapat di Amerika Serikat, Inggris, dan di beberapa negara di Eropa daratan seperti di negara Belanda, Jerman.
Secara garis besar dapat dikatakan, bahwa antropologi modern yang bermaksud menyelidiki manusia yang bersifat multi dimensional itu secara holistik, makin memperlihatkan pemisahan dalam penyelidikan manusia dari berbagai bagai aspeknya. Dalam hubungan ini, maka:
•    Atropologi fisik makin berkembang secara spesialistis dan erat hubungannya dengan biologi
•    Antropologi budaya banyak menggunakan hasil penyelidikan biologi, sosiologi, dan antropologi
•    Antropologi sosial erat hubungannya dengan sosiologi
•    Antropologi psychologi banyak bekerjasama dengan psychoanalisa dan psychiatri.
Ilmu antropologi serta sub-sub ilmunya juga mempunyai hubungan yang sangat banyak dengan ilmu-ilmu lain. Hubungan itu biasanya bersifat timbal-balik. Antropologi memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain itu, dan sebaliknya ilmu-ilmu lain itu masing-masing juga memerlukan bantuan antropologi.

B.     Hubungan Antara Antropologi dan Ilmu-Ilmu Lain
1.    Hubungan antara Ilmu Geologi dan Antropologi
   Bantuan ilmu geologi yang mempelajari ciri-ciri lapisan bumi serta perubahan-perubahannya, terutama dibutuhkan oleh sub-ilmu paleoantropologi dan prehistori untuk menetapkan umur relatif dari fosil-fosil makhluk primat dan fosil-fosil manusia dari zaman dahulu, serta artefak-artefak dan bekas-bekas kebudayaan yang digali dalam lapisan-lapisan bumi.
2.    Hubungan antara Ilmu Paleontologi dan Antropologi
Bantuan dari Paleontologi sebagai ilmu yang meneliti fosil makhluk-makhluk dari  dahulu kala untuk membuat suatu rekontruksi tentang proses evolusi bentuk-bentuk makhluk dari dahulu kala hingga sekarang. Pengertian tentang umur dari fosil-fosil kera dan fosil-fosil manusia, artefak-artefak bakas kebudayaan yang digali itu, dapat juga dicapai dengan mengetahui umur relatif dari fosil-fosil paleontologi yang terdapat di dekatnya.
3.    Hubungan Antara Ilmu Anatomi dan Antropologi.
Seorang sarjana antropologi-fisik, baik yang mengkhusus kepada paleo-antropologi maupun yang meneliti ciri ras-ras di dunia, sangat perlu akan ilmu anatomi karena ciri-ciri dari barbagai bagian kerangka manusia, berbagai bagian tengkorak, dan ciri-ciri dari bagian tubuh manusia pada umumnya, menjadi obyek penelitian yang terpenting dari seorang ahli antropologi fisik untuk mendapatkan pengertian tentang soal asal mula dan penyebaran manusia serta hubungan antara ras-ras di dunia.
4.    Hubungan antara Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Antropolgi
Kecuali data di atas mengenai konsepsi dan sikap penduduk desa tentang kesehatan, tentang sakit, terhadap dukun, terhadap obat-obatan tradisional, terhadap kebiasaan dan pantangan makan dan sebagainya, Ilmu antropologi juga dapat memberi kepada para dokter kesehatan masyarakat yang akan bekerja dan hidup di berbagai daerah dengan aneka warna kebudayaan, metode-metode dan cara-cara untuk segera mengerti dan menyesuaikan diri dengan kebudayaan dan adat istiadat lain.
5.    Hubungan antara Ilmu Psikiatri dan Antropologi
Hubungan antara ilmu psikiatri dan ilmu antropologi telah tersebut diatas, dan merupakan suatu pengluasan dari hubungan antra ilmu antropologi dan ilmu psikologi, yang kemudian mendapat fungsi yang praktis.
6.    Hubungan antara Ilmu Linguistik dan Antropologi
Ilmu linguistik (atau ilmu bahasa) mula-mula terjadi dalam masa akhir abad ke-18, ketika para sarjana mulai mengupas naskah-naskah klasik dalam bahasa-bahasa Indo-Jerman (ialah Latin, Yunani, Gotis, Avestis, Sansekerta dan sebagainya). Sekarang ilmu linguistik telah berkembang menjadi suatu ilmu yang berusaha mengembangkan konsep-konsep dan metode-metode untuk mengupas segala macam bentuk bahasa apapun juga, dari daerah manapun juga didunia. Dengan demikian dapat dicapai suatu pengertian tentang ciri-ciri dasar dari tiap bahasa di dunia secara cepat dan mudah.
7.    Hubungan antra Ilmu Arkeologi dan Antropologi
Ilmu Arkeologi (atau ilmu sejarah kebudayaaan purbakala) pada mulanya meneliti sejarah dari kebudayaan-kebudayaan kuno dalam zaman purba, seperti kebudayaan Yunani dan Rum Klasik, kebudayaan mesir kuno dari zaman pharao, kebudayaan kuno didaerah mesopotania, keudayaan kuno di Palestina dan sebagainya. Di Indoneasia ilmu Arkeologi antara lain meneliti sejarah dari negara-negara Indonesia Hindu diantara abad ke-4 sampai abad ke-16 Masehi. Penelitian kebudayaan-kebudayaan kuno tadi mempergunakan sebagai bahan penelitian, bekas-bekas bangunan kuno (runtuhan-runtuhan kuil, istana, bangunan irigasi, piramida, candi dan sebagainya). Tetapi juga prasasti-prasasti atau buku-buku kuno yang ditulis dalam zaman kebudayaan-kebudayaan itu memuncak.
8.    Hubungan antara Ilmu Sejarah dan Antropologi
Hubungan itu sebenarnya menyerupai ilmu arkeologi dengan ilmu antropologi yang telah di uaraikan diatas. Antropologi memberi bahan prehistori sebagai pangkal bagi tiap penulis sejarah dari tiap bangsa di dunia. Kecuali itu, banyak masalah dalam historigrafi dari sejarah sesuatu bangsa dapat dipecahkan dengan metode-metode antropologi. Banyak sumber sejarah berupa prasasti, dokumen, naskah tradisional, dan arsip kuno, sering hanya dapat memberi peristiwa-peristiwa sejarah yang terbatas kepada bidang politik saja. Sebaliknya, seluruh latar belakang sosial dari peristiwa-peristiwa politik tadi sukar diketahui hanya dari sumber-sumber tadi. Konsep-konsep tentang kehidupan masyarakat yang dikembangkan oleh antropologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya, akan memberi pengertian banyak kepada seorang ahli sejarah untuk mengisi latar belakang dari peristiwa politik dalam sejarah yang menjadi obyek penelitiaannya.
9.    Hubungan antara Ilmu Geografi dan Antropologi
Geografi atau ilmu bumi itu mencoba mencapai pengertian tentang alam dunia ini dengan memberi pelukisan tentang bumi serta ciri-ciri dari segala macam bentuk hidup yang menduduki muka bumi. Diantara beraneka warna macam bentuk hidup dibumi yang berupa flora dan fauna itu, ada makhluk manusia yang sebaliknya juga beraneka warna sifatnya diberbagai daerah dimuka bumi itu. Karena antropologi adalah satu-satunya ilmu yang mampu menyelami masalah aneka warna makhluk manusia itu, maka sudah tentu ilmu geografi tidak dapat mengabaikan ilmu antropologi.
10.    Hubungan antara Ilmu Ekonomi dan Antropologi
Dalam banyak negara dimana penduduk pedesaanya lebih banyak jumlahnya dari pada penduduk kotanya, terutama diluar daerah kebudayaan Euro-Amerika, kekuatan, proses dan hukum-hukum ekonomi yang berlaku dalam aktivitas kehidupan ekonominya sangat dipengaruhi sistem kemasyarakatan, cara berfikir, pandangan dan sikap hidup dari warga masyarakat pedesaan. Dalam masyarakat dari negara-negara serupa itu seorang ahli ekonomi tidak dapat mempergunakan dengan sempurna konsep-konsep serta teori-teorinya tentang kekuatan, proses, dan hukum-hukum ekonomi tadi (yang sebenarnya dikembangkan dalam masyarakat Euro-Amerika dan didalam rangka ekonomi internasional), tanpa suatu pengetahuan tentan sistem kemasyarakatan, cara berfikir, pandangan dan sikap hidup dari warga masyarakat pedesaan. Dengan demikian seorang ahli ekonomi yang hendak membangun ekonomi dinegara-negara serupa itu tentu akan memerlukan bahan komperatif mengenai misalnya, sikap terhadap kerja, sikap terhadap kekayaan, sistem gotong royong; pokoknya bahan komperatif tentang berbagai unsur dari sistem kemasyarakatan di negara-negara tadi. Dalam hal mengumpulkan keterangan komperatif serupa itu antropologi memang sangat berguna.
11.    Hubumngan antara Ilmu Hukum Adat dan Antropologi
Sejak permulaan masa timbulnya ilmu hukum adat Indonesia pada permulaan abad ke-20 para pendekar dari ilmu itu telah menyadari akan kepentingan antropologi sebagai ilmu bantu dalm penelitian-penelitiannya. Atropologi penting karena hukum adat bukan merupakan suatu sistem hukum yang telah diabstraksiakan sebagai aturan-aturan dalam kitab-kitab undang-undang, melainkan timbul dan hidup langsung dari masalah-masalah perdata yang berasal dari dalam aktivitas masyarakat.
12.    Hubungan antara Ilmu Administrasi dan Antropologi
Ilmu administrasi di Indonesia tentu akan menghadapi masalah-masalah yang sama seperti ilmu ekonomi di Indonesia. Lagipula, bahan keterangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan agraria, yang juga menjadi suatu komplek masalah yang sangat penting dalam ilmu administarasi, antara lain bisa didapatkan dengan penelitian berdasarkan metode-metode antropologi.
13.    Hubungan antara Ilmu Politik dan antropologi
Ilmu politik sejak dua dasawarsa akhir-akhir ini telah meluaskan perhatiannya dari pokok semulanya, antara kekuatan-kekuatan serta proses-proses politik dalam segala macam negara dengan berbagai macam sistem pemerintahan, ke masalah-masalah yang menyangkut latar belakang sosial buadaya dari kekuatan-kekuatan politik itu.


IV. KESIMPULAN

Dari bacaan diatas dapat disimpulkan bahwa, dalam sejarah perkembangan selama kurang lebih satu abad yang terakhir ini Atropologi yang telah menjadi suatu subyek akademis, sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang mempunyai suatu permasalahan, metodologi, dan obyek penyelidikannya sendiri, mengalami proses spesialisasi.
 Secara garis besar dapat dikatakan, bahwa antropologi modern yang bermaksud menyelidiki manusia yang bersifat multidimensional itu secara holistik, makin memperlihatkan pemisahan dalam penyelidikan manusia dari berbagai bagai aspeknya, yaitu: Atropologi fisik makin berkembang secara spesialistis dan erat hubungannya dengan biologi, Antropologi budaya banyak menggunakan hasil penyelidikan biologi, sosiologi, dan antropologi, Antropologi sosial erat hubungannya dengan sosiologi, Antropologi psychologi banyak bekerjasama dengan psychoanalisa dan psychiatri.

         Dari semua sub – sub ilmu yang ada diatas antropologi mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan ilmu – ilmu yang lain.

V. PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami susun, tentunya masih banyak sekali kekurangan dari makalah yang kami buat, untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Atas kritik dan saran kami ucapkan terimakasih








DAFTAR PUSTAKA

 Harsojo, Pengantar Antropologi, Tarumanagara : Binacipta, 1967.
 Koentjaraningrat,  Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta,1990.
   





























ANTROPOLOGI DAN ILMU-ILMU LAIN

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Antropologi
Dosen Pengampu: Dra.Hj.Misbah Zulfa Elisabeth, M.Hum


  






Disusun Oleh :
Khofifah             (111111033)           
Khoirur Rozikin        ( 111111036 )
Kholissotul Isnaini        (111111037 )
Nur Azizah                              (111111051)
Nur rohmaniah        (111111052)
Rizki Dwi Zulkarnaen        (111111056)


FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  WALISONG SEMARANG
TAHUN 2012

Selasa, 20 November 2012

Kepribadian

NAMA : KHOIRUR ROZIKIN
NIM : 111111036
MATA KULIAH: PSIKOLOGI SOSIAL
DOSEN PENGAMPU: SITI HIKMAH, M.Si




DIRI PRIBADI DAN SOSIAL

A.    KONSEP DIRI
a.    Pengertian konsep diri
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari.
William H. Fitts (1971) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Fitts juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengtahui konsep diri seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. Jika seseorang mempersepsikan dirinya sebagai orang yang inferior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsinya secara subjektif tersebut.
konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Fitts, 1971):
    Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga.
    Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.
    Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya.

b.    Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri
Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut :
1)    Dimensi Internal
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuaninternal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni pernilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia didalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk :
a.    Diri identitas
Bagian dari ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, siapakah saya? Dalam pertanyaan tersebut dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya “saya ita”.
b.    Diri pelaku
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”.
c.    Diri penerimaan/penilai
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalh sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku.
Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.
2)    Dimensi eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain diluar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya. Namun, dimensi yang dikemukakan oleh Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu:
a.    Diri fisik
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penapilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).
b.    Diri etik moral
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya terlihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang menngenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasa baik dan buruk.
c.    Diri pribadi
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
d.    Diri keluarga
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasakuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankan sebagai anggota dari suatu keluarga.
e.    Diri sosial
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun di sekitarnya.
Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang memperlihatkan  bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian pula seseorang tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain disekitarnya yang menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik. 
C. Aku,
Aku adalah suatu hal tentang kesempurnaan atau hasil dari totalitas pada diri manusia yang terletak dalam dimensi internal yaitu diri identitas, diri pelaku, dan diri penilai.

B.    Kepribadian
1.    Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah satu totalitas terorganisir dari disposisi-disposisi psikis manusia yang individual, yang memberi kemungkinan untuk memperbedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi yang lainnya.
Satu totalitas itu bukan hanya merupakan satu penjumlahan melulu dari bagian-bagian , tapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagikan dan tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Kepribadian ini merupakan satu struktur totalitas yang mempunyai aspek-aspek yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Disposisi itu ialah  kesediaan kecenderungan-kecenderungan untuk bertingkahlaku tertentu, yang sifatnya lebih kurang , tetap/konstan, dan terarah pada tujuan tertentu (bahasa latin dispositio = ketentuan, ketetapan; beschikking, gestheldheid). Sungguhpun didalam konteknya kepribadian itu akan selalu berkembang dan bersifat dinamis, namun da disposisi-disposisi psikis pokok/dasar yang sifatnya tetap konstan.
Individual, ini berarti, bahwa setiap orang itu mempunyai kepribadiannya sendiri yang khas, yang tidak identik dengan orang lain. Yang tidak dapat diganti atau disubtitusikan oleh orang lain. Jadi ada ciri-ciri atau sifat-sifat individual pada aspek-aspek psikisnya, yang bisa membedakan dirinya dengan orang lain.
GORDON W. ALLPORT
Kepribadian  itu adalah kesatuan organisasi yang dinamis  sifatnya dari sistem psikofisis individu yang menentukan kemampuan penyesuaian diri yang unik sifatnya terhadap lingkungannya.
MORTON PRINCE
Kepribadian adalah jumlah total dari semua disposisi pembawaan, impuls-impuls, kecenderungan-kecenderungan, selera-selera nafsu-nasfu, insting-insting individual, disposisi-disposisi dan tendensi-tendensi yang diperoleh melalui pengalaman.
H.C. WARPEN
Kepribadian adalah segenap organisasi mental dari manusia pada semua tingkat dari perkembangannya.

2.    Ekspresi Kepribadian
 Diatas telah dikatakan bahwa arti kepribadian itu sangat luas. Karena itu kala kita hendak menggambarkan atau menguraikan kepribadian seseorang, kita harus membagi-bagi kepribadian tersebut dalam beberapa karakteristik yang dapat dilihat atau diukur. Dengan perkataan lain, kepribadian seseorang itu diekspresikan kedalam beberapa karakteristik , sehingga dengan mengerti karakteristik-karakteristik tersebut, kita dapat mengerti pula kepribadian orang yang bersngkutan.
Sekalipun tidak semua sarjana sependapat,  tetapi karakteristik-karakteristik yang saya anggap terpenting untuk mengenali kepribadian adalah:
a.    Penampilan fisik: tubuh yang besar, wajah yang tampan, pakaian yang rapi, atau tubuh yang kurang sehat, wajah yang kuyu, pakaian kusut, semuanya menggambarkan kepribadian dari orang yang bersangkutan, apakah ia berwibawa dan percaya pada diri sendiri atau kurang semangat dan mepunyai perasaan yag rendah diri.
b.    Temperamen: yaitu suasana hati yang menetap dan khas pada orang yang bersangkutan. Misalnya pemurung, pemarah, dan sebagainya.
c.    Kecerdasan dan kemampuan
d.    Arah minat dan pandangan mengenai nilai-nilai
e.    Sikap sosial
f.    Kecenderungan-kecenderungan dalam motivasinya
g.    Cara-cara pembawaan diri, misalnya sopansantun, banyak bicara, kritis, mudah bergaul dan sebagiaya. Cara pembawaan diri ini terlepas dari isi atau materi yang dibawakan. Seseorang dapat bercerita tentang berita kematian atau soal-soal perdagangan atau mengundang seseorng ke suatu perjamuan, atau menegur kesalahan seseorang, tetapi semuanya dilakukan dengan cara sopansantun.
h.    Kecenderungan patologis : yaitu tanda-tanda adanya kelainan kepribadian seperti reaksi-reaksi yang skizofrenis dan sebagainya.

3.    Tipe-Tipe Kepribadian
Menurut Galenus
a.    Tipe  sanginikus
Stemming dasarnya atau suasana perasaan dasarnya riang, optimis. Tidak takut akan masa depan. Percaya akan diri sendiri. Sikap batinnya positif, tapi “oppervlakkig” datar: berkecenderungan lekas merasa puas. Tidak begitu terbuka pada nilai-nilai yang dalam, bersifat dangkal. Perasaannya sangat peka, tapi tidak terlalu lama melekatnya.
b.    Tipe Melankholis
Stemming  dasarnya ialah sedih. Kebalikan dari tipe sanguinikus. Menilai segala sesuatu didunia ini dengan stemming sedih atau negatif. Ia selalu tertekan oleh pengalaman-pengalaman yang lama. Sangat hati-hati. Masa dahulu sangat menekan pundaknya, sedang masa depan tampak menakutkan, karena dianngap berwarnakan gelap. Ada rasa ketakutan yang fundamental.
c.    Tipe Kholerikus
Stemming dasarnya selalu merasa kurang puas . selalu bereaksi negatif  dan agresif.  Selalu ada saja hal-hal yang menyinggung hati, walaupun soal-soal kecil atau detail.
Stemming dasarnya tak pernah seimbang tenang. Lekas menjadi eksplosif. Ada disposisi-disposisi yang cenderung jadi kemarahan. Perasaannya mudah tersinggung atau terkena. Perasaannya agak kuat, sesuai dengan stemming dasarnya. Mudah jadi emosional, karena ada antisipasi untuk affek yang kuat. Mencari perlawanan, supaya timbul agresivitasnya. Suka membuat provokasi.
d.    Tipe flegmatikus
Lawan dari tipe koleris. Stemming dasarnya tenang, netral, tidak ada warna perasaan yang jelas. Biasanya sedikit positif, sedang, dan stabil. Pada umumnya tidak banyak ketegangan-ketegangan perasaan. Merasa cukup puas, sebab segala sesuatu itu sudah dianggap baik. Sikapnya acuh tak acuh, sering tidak perdulian.
Tidak mempunyai harapan-harapan yang intens atau kuat. Dunia ini tidak menimbulkan emosi padanya. Dia berpendapat: tidak perlu menampilkan emosi. Perasaannya tidak begitu peka, agak lemah; tidak mudah terharu, dan dingin hati. Tidak pernah menjadi sangat enthousiast. Ia adalah seorang peminat yang tenang. Ekspresi ketenangan mewarnai perasaannya. Dia tidk pernah dalam keadaan panik.  
Menurut  Carl G. Jung
Sarjana swiss ini berdasarkan penggolongannya pada tingkah laku atau karakteristik yang psikologis:
a.    Jenis introvert : terutama dalm keadaan emosionil atau konflik orang dengan kepribadian ini cenderung untuk menarik diri dan menyendiri. Ia pemalu dan lebih suka bekerja sendiri di laboratorium atau perpustakaan daripada bekerja ditengah orang-orang banyak.
b.    Jenis ekstravert: orang dengan kepribadian ini  kalau merasa tertekan akan menggabungkan diri diantara orang-orang banyak sehingga individualitasnya berkurang. Ia peramah dan memilih pekerjaan-pekerjaan seperti pedadang, pekerja sosial, juru bicara dan semacamnya, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang banyak melibatkan orang-orang.
c.    Jenis ambivert : yaitu orang-orang yang tidak masuk kedalam introvert maupun ekstravert. Ciri kepribadiannya memiliki campuran dari kedua jenis diatas.

4.    Tanda- tanda kematangan pribadi
Mengenai tanda-tanda dari kepribadian yang matang itu banyak ditukliskan orang dengan nuansa dan versi yang berbeda-beda. Pendapat beberapa tokoh masalah kepribadian  saya kemukakan dibawah ini:
    Marie Jahoda membuat statement mengenai pribadi yang matang sebagai berikut:
a.    Pribadi yang matang adalah individu yang dapat menguasai lingkungannya secara   aktif.
b.    Dia memperlihatkan satu totalitas dari segenap kepribadiannya.
c.    Dia sanggup menerima secara tepat dunia lingkungannya dan dirinya sendiri.
d.    Ia mampu berdiri sendiri diatas kedua belah kakinya, tanpa banyak menuntut kepada orang lain.
Mengenai kematangan pribadi ini Abraham Maslow dalam tulisannya “ holistic dynamic theory”, mengenai teori yang organismik menulis:
1.    Pada kematangan pribadi itu ada aktualisasi diri; memiliki kemampuan efisiensi dalam menerima realitas. Orientaasinya realistik. Mempunyai relasi yang baik dengan lingkungannya; dan tidak takut dengan hal-hal yang belum dialami.
2.    Dia mampu meneria diri sendiri, orang lain dan alam dunia ini tanpa rasa kebencian atau rasa malu. Ia bisa mengapresiasi terhadap kualitas-kualitas yang lebih tinggi, yang dipergunakan sebagai sarana untuk membangun kepribadiannya.
3.    Dia memiliki banyak spontanitas dalam mengapresiasi duni dan kebudayaan. Dapat mempergunakan waktu dengan baik; dan mempunyai hidup yang positif. Ia dapat memperoleh puncak-puncak pengalaman dari kehidupan ini dengan mudah.
4.    Dia tidak egoistis, akan tetapi lebih suka memusatkan perhatian dan usahanya untuk memecahkan berbagai problem dengan cara yang efaktif. Dia bersifat tabah dan ulet pada tugasnya.

C.    Teori-Teori Kepribadian

1.    Teori kepribadian psikoanalisa
Dalam teori psikoanalisa, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yakni id, ego, dan superego. Meskipun ketiga sistem tersebut memiliki fungsi, kelengkapan, prinsip-prinsip operasi, dinamisme, dan mekanismenya masing-masing, ketiga sistem kepribadian itu satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas. Untuk mempermudah pembahasan kita mengenai kepribadian dalam kerangka psikoanalisa, marilah kita uraikan ketiga sistem kepribadian itu satu perstu.
a.    Id, yaitu sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk dua sistem yang lainnya, id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem tersebut untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Dalam soal energi ini , id tidak bisa mentoleransi penumpukan energi yang bisa menyebabkan meningginya taraf tegangan organisme atau individu secara keseluruhan. Dan bagaimanapun, bagi individu meningginya tegangan itu akan merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Karena itu, apabila tegangan pada organisme meningkat, baik karena adanya stimulasi dari luar (suhu, cahaya, dan bunyi yang intensitasnya tinggi) maupun karena adanya stimulasi dari dalam (lapar, haus, kekurangan oksigen), maka id akan berusha meredakan dan mengurangi tegangan yang meninggi itu serta mengembalikannya kepada taraf semula. Dari sini bisa diperoleh gambaran bahwa id, dalam menjalankan fungsi dan operasinya dilandasi oleh maksud mempertahankann konstansi yang ditujukan untuk menghindari keadaan tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan.
b.    Ego,sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia obyek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Apabila dikaitkan dengan contoh orang yang sedang lapar, maka bisa diterapkan bahwa ego bertindak sebagai penunjuk atau pengarah kepada orang yang sedang lapar ini kepada makanan. Artinya, menurut petunjuk ego, orang yang sedang  lapar tersebut akan berpikir bahwa tegangan yang dirasakan kibat keutuhan akan makanan (lapar) hanya bisa diatasi dengan jalan memakan makanan.
c.    Superego, sistem kepribadian berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk). Menurut freud, superego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru.
Adapun fungsi utama dari superego adalah:
    Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
    Mengarahkan ego pada tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan.
    Mendorong individu kepada kesempurnaan.

2.    Teori kepribaian behaviorisme
Skinner tidak menerima gagasan mengenai kepribadian (personality) atau diri (self) sebagai pendorong atau pengarah tingkah laku ia menyebut gagasan itu sebagai sisa dari animsme primitif. Skinner juga menolak dengan apa yang disebut penguraian jalan buntu mengenai tingkah laku, seperti : mengapa abu nidal bersama pengikutnya melakukan aksi teror tanpa pilih bulu? Karena dia mengalami gangguan emosional.
Dari perspektif behaviorisme skinner, studi tentang kepribadian melibatkan pengujian yang sistematis dan pasti atas sejarah hidup atau pengalaman belajar dan atarbelakang genetik atau faktor bawaan yang khas dari individu. Menurut skinner, individu adalah organisme yang memperoleh pembendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu point dimana faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut.
Selanjutnya bagi skinner studi tentang kepribadian itu ditujukan kepada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan konsekuensi-konsekuensi yang diperkuatnya.

3.    Teori kepribadian Humanistik
Psikologi humanistik sesungguhnya bukan suatu organisasi tunggal dari teori atau sistem, melainkan lebih tepat jika disebut sebagai gerakan. Maslow sendiri menyebut psikologi humanistik yang dipimpinnya sebagai kekuatan ketiga. Dan meskipun tokoh-tokoh gerakan ini memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yakni ekistensialisme.
Manusia, menurut eksistensialisme, adalah hal yang mengada dalam dunia dan menyadari penuh akan keberadaannya. Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan atau lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggungjawab atas pilihan dan keberadaannya itu. Pendek kata, meminjam, ungkapan sartre: aku adalah pilihanku.
Eksistensialis menekankan tentang kesadaran manusia , perasaan subyektif, dan pengalaman-pengalaman personal yang berkaitan dengan keberadaan individu dalam dunia bersama dengan individu-individu yang lainnya. Pandangan ini disebut juga perspektif fenomenologis. Para eksistenlis dan para ahli psikologi yang berorientasi kepada humanistik sama-sama memperhatikan pengalaman subyektif  sebagai fenomena yang utama dalam studi tentang tingkah laku manusia. Menurutnya, keterangan teoretis dan tingkah laku yang nampak adalah sekunder ketimbang pengalaman subyektif. Dengan konsep-konsep yang bersumber pada ajaran-ajaran eksistensialis itu, nampak bahwa psikologi dan teori kepribadian humanistik berbeda secara tajam dengan teori-teori lain yang dominan pada abad ke-20, dalam hal ini psikoanalisa dan behaviorisme.



Daftar Pustaka
Agustiani, Hendriani, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Refika Aditama, 2006.
Kartono, Kartini, Teori Kepribadian, Bandung: Mandar Maju, 2005.
Kuswara, E., Teori-Teori Kepribadian, Bandung: Eresco, 1991.
Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996.